Kedua Arca batu itu cukup menyeramkan karena menggambarkan sosok raksasa dengan gigi yang bertaring dalam posisi jongkok dengan membawa senjata gada.

Walau menyeramkan, tetapi keindahan pada penggarapannya yang halus dengan ornamen dan detailnya yang ekspresif menunjukkan arca batu itu merupakan karya seni yang mengagumkan.
Tetapi sayang seribu sayang, benda purbakala itu juga tak bisa dijumpai di nusantara ini karena sudah dikoleksi oleh museum di negeri.
Keberadaan arca batu yang tak lagi menjadi tuan di negerinya sendiri itu menambah panjang daftar benda-benda yang tak berjejak di nusantara kita ini.
Menurut penjelasan dari situs Wilwatikta Online Museum, arca Dwarapala yang umumnya menjadi ornamen penjaga di bangunan candi itu dibuat dari batu andesita ada masa kerajaan Majapahit abad ke 13-14.

Merupakan koleksi dari Asian Art Museum di California - USA dengan dimensi tinggi 61 cm x lebar 24.1 cm x diameter 24.8 cm.
Museum ini juga menyimpan arca batu yang menggambarkan Kepala Laki-laki dan diperkirakan berasal dari Candi Sukuh / Cetho pada masa kerajaan Majapahit abad ke 14-15.

Arca dengan Object ID: BL77S4 ini terbuat dari batuan desit dengan dimensi tinggi 18 in x lebar 8 1/2 in x diamater 11 1/2 in.
Arca yang berkaitan dengan Kerajaan Singhasari pada abad ke 13 adalah arca Ganesha yang berasal dari Desa Candirenggo Kecamatan Singasari , Malang - Jawa Timur.

Arca yang terbuat dari batu andesit dan menggambarkan sosok Dewa berbentuk gajah yang sedang bersila itu merupakan koleksi dari National Museum of Ethnology (Rijksmuseum voor Volkenkunde) di Netherlands - Belanda.
Arca ini dibawa dari candi Singhasari pada tahun 1804 oleh the GUbernur Belanda yang memimpin Jawa Timur saat itu yaitu Nicolaus Engelhard. Bersama patung yang lainnya, dia menempatkan arca Ganesha ini di Semarang.

Pada tahun 1819, arca Ganesha dan arca lainnya dikapalkan di Netherlands. Pada tahun 1903 araca yang indah ini menjadi koleksi Rijksmuseum voor Volkenkunde (National Museum of Ethnology).
Yang tak kalah menariknya adalah arca batu yang menggambarkan kepala sosok Jina ( Budha ). Arca berdimensi tinggi 36 cm ini berasal dari candi Borobudur - jawa tengah pada abd ke 8-9. Arca yang terbuat dari batu andesit inimerupakan kolkesi dari The Bavarian State Museum of Ethnology di München - Jerman.

Ada juga Arca yang menggambarkan sosok kepala seorang Dewi yang dibuat pada abad ke 9 dan berasal dari Jawa Tengah.
Arca ini menjadi koleksi THE METROPOLITAN MUSEUM OF ART di New York, USA.Arca yang terbuat dari batu andesit dan tidak dipajang ini berdimensi tinggi 17,5 cm.

Museum ini juga menyimpan arca batu lainnya berupa kursi ritual suku Nias dari Kepulauan Nias pada abad ke 19. Kursi ritual ini berdimensi 69.2 x 127 x 76.8 cm. Ornamen kursi ritual itu seperti menggambarkan bentuk satwa.

Arca batu yang berikutnya adalah Arca Maha Resi Agastya pada abad ke 9 dari dataran tinggi Kedu - Jawa Tengah. ARca dengan bahan batu andesit ini memiliki ukuran 36 cm x 100 cm x 50 cm.
Arca yang menggamabarkan seorang resi ( Brahmana ) ini dikoleksi oleh Rijksmuseum, The Masterpieces and Infocentre (The New Rijksmuseum) di Amsterdam - Belanda.

BARBIER-MUELLER MUSEUM OF GENEVA di Jenewa juga tak mau ketinggalan menyimpan arca batu dari nusantara. Museum ini menyimpan koleksi berupa arca batu yang menggambarkan profil pemimpin adat ( Mejan ) suku Batak di Batak , Toba - Sumatera sedang menunggang kuda .Arca dengan dimensi tinggi 87 cm itu dibuat pada masa abad ke 19.

Ada juga arca batu dengan masa pembuatan dan daerah asal yang sama dan merupakan pasangan dari arca itu karena menggambarkan profil istri pemimpin adat Batak. Arca ini berdimensi tinggi 92 cm dan menggambarkan sosok wanita yang bertelanjang dada sedang dalam posisi duduk.

Untunglah masih ada arca batu yang berharga yang disimpan di negeri ini yaitu arca batu Lembu Nandi dari Kerajaan Singhasari , Malang - Jawa Timur. ARca pada abad ke 13 dan terbuat dari batu andesit ini memiliki dimensi panjang 1960 mm, lebar 810 mm dan tinggi 1260 mm.Arca itu menjadi koleksi di Meseum nasional Indonesia di Jakarta.
Melihat begitu banyaknya arca-arca batu yang indah dan telah menjadi koleksi di luar negeri itu membuat saya measa prihatin. Saya tidak tahu apakah merupakan sebuah keberuntungan atau kemalangan bagi arca-arca itu karena telah dikoleksi di museum-museum di mancanegara.
Karena bukan hal yang mustahil bila arca-arca itu masih berada di negeri ini pada masa lampau nasibnya akan menjadi lebih buruk karena menjadi korban vandalisme akibat rusak atau dijarah. Sperti halnya nasib arca-arca yang banyak terdapat di bagunan dan situs-situs purbakala saat ini yang tersebar di berbagai daerah di nusantara.